Sabtu, 28 Oktober 2017

Persamaan Hammett

Edit Posted by with 24 comments


Persamaan Hammet

Dalam mencari hubungan antara struktur kimia dan aktivitas biologis dapat dilakukan pendekatan-pendekatan dengan menggunakan parameter fisika-kimia. Dengan mengetahui hubungan kuantitatif antara parameter fisika-kimia dan aktivitas biologis, maka dapat diketahui peranan dari gugus yang  menyebabkan perubahan sifat fisika-kimia yang berhubungan dengan aktivitas biologisnya. Parameter elektronik memberikan nilai yang merupakan ukuran tingkat kekuatan menyumbangkan elektron atau menarik elektron. Dari parameter-parameter elektronik yang ada, yang banyak dipakai untuk menghubungkan struktur kimia dan aktivitas biologis adalah tetpan sigma (σ) dari Hammet. Tetpan sigma (σ) Hammet merupakan ukuran dukungan substituen terhadap efek elektronik senyawa induk. Tetpan substituen Hammet digunakan untuk memprediksi tetapan kesetimbangan dan tetpan laju reaksi kimia. Nilai sigma (σ) tergantung pada sifat dan posisi substituen pada senyawa induk.
Suatu reaksi polar terjadi karena interaksi antara sebuah nukleofil dengan sebuah elektrofil. Kekuatan interaksi dan afinitas reaksi tersebut umumnya dikuasai oleh kekuatan nukleofil dan elektrofil pereaksi. Gugus substituen yang tidak mengalami reaksi namum berlokasi di dekat pusat reaksi mengganggu kekuatan tersebut melalui penarikan elektron atau penyumbangan elektron. Substituen pemberi elektron meningkatkan kekuatan nukleofil (kebasaan) dan menurunkan kekuatan elektrofil (keasaman); hal yang sebaliknya terjadi pada substituen penarik elektron yang akan meningkatkan kekuatan elektrofil dan menurunkan kekuatan nukleofil pereaksi.
Pada tahun 1937 Hammett mengusulkan suatu hubungan kuantitatif untuk menghitung pengaruh substituen terhadap reaktivitas molekul, hubungan ini disebut persamaan Hammett.
Log k/ko = σρ........................(1)
dengan k = tetapan hidrolisis ester tersubstitusi meta atau para,
ko = tetapan hidrolisis yang bekaitan dengan senyawa tak tersubstitusi,
σ = tetapan substituen,
ρ = tetapan reaksi.
Persamaan ini menggambarkan pengaruh substituen polar posisi meta atau para terhadap sisi reaksi turunan benzena. Persamaan Hammet tidak berlaku untuk substituen pada posisi orto karena adanya efek sterik, dan juga terhadap turunan alifatik karena pelintiran rantai karbon dapat menimbulkan aksi sterik. Suatu alur log k/ko lawan σ adalah linier, dan kemiringannya adalah ρ. Tetapan substituen σ ditetapkan dengan Persamaan 2.
σ = log K/Ko......................(2)
dengan Ko menyatakan tetapan ionisasi asam benzoat, dan K adalah tetapan ionisasi turunan asam benzoat. Persamaan 2 mengukur efek polar substituen relatif terhadap hidrogen, efek ini tidak tergantung pada sifat reaksi. Efek induksi dan efek mesomeri keduanya terkandung dalam Persamaan 2. Tetapan reaksi ρ mengukur kerentanan reaksi terhadap efek polar, tetapan ini tergantung pada reaksi.
          Persamaan Hammett menghubungkan perubahan yang diamati pada konstanta kesetimbangan atau laju terhadap perubahan sistematis dalam substituen yang mengatur kemampuan menyumbangkan/mendonorkan elektron. Ini merupakan contoh hubungan yang linear antara energi bebas sebagai perubahan pada log K linier dengan efek substituen (l). Hammett mencatat bahwa substituen tertentu pada cincin aromatik dari asam benzoat akan mempengaruhi keasamannya (∆pKa) dengan cara yang sama karena akan mempengaruhi reaksi lainnya. Sebagai contoh,kelompok meta-kloro akan mempengaruhi pKa asam benzoat dengan cara yang serupa dengan asam fenilasetat (walaupun pada tingkat yang bebeda). Hammet mengukur efek substituen pada reaksi apa pun dengan menentukan parameter substituen elektronik empiris (σ), yang berasal dari konstanta keasaman asam benzoat tersubstitusi.
Persamaan Hammett menghubungkan besaran konstanta kesetimbangan relatif terhadap konstanta reaksi ρ dan konstanta substituen σ.
log (KX / KH) = ρσ   or     pKH – pKX = ρσ
Konstanta reaksi adalah ukuran seberapa sensitif reaksi tertentu terhadap perubahan efek elektronik dari kelompok substituen. Baik tanda dan besarnya konstanta reaksi menunjukkan tingkat kenaikan muatan selama kemajuan reaksi.
Bahan diskusi :
1.   Apa yang mempengaruhi konstanta reaksi (k)?
2.   Bagaimana jika nilai ρ<0 atau ρ>0 ?

Sumber :
Jaffe, H.H. A Re-examination of the Hammett equation, Chem. Rev., 1953, 53, 191.
R.P. Schwarzenbach; P.M. Gschwend; D.M. Imboden. Environmental Organic Chemistry, 2nd Ed., , Wiley-Interscience Publishers, 2003, chapter 8, pp 253-268.
Firdaus, M.S. 2009. Kimia Organik Fisis . Makasar : UNHAS.

Rabu, 25 Oktober 2017

Keasaman dan kebasaan senyawa organik

Edit Posted by with 19 comments

Keasaman dan Kebasaan Senyawa Organik

TEORI ASAM – BASA ARRHENIUS
 Arrhenius mengemukakan suatu teori dalam disertasinya (1883) yaitu bahwa senyawa ionik dalam larutan akan terdissosiasi menjadi ion-ion penyusunnya. Menurut Arrhenius:
• Asam: zat/senyawa yang dapat menghasilkan H
+ dalam air HCl (aq) à H+(aq) + Cl-(aq)
• Basa : zat/senyawa yang dapat menghasilkan  OH
- dalam air NaOH (aq) à Na+ (aq) + OH (aq)
• Reaksi netralisasi adalah reakai antara asam dengan basa yang menghasilkan garam:
HCl (aq) + NaOH (aq) NaCl (aq) + H2O ()
H+(aq) + OH (aq) H2O ()
Keterbatasan Teori Arrhenius
Asam klorida dapat dinetralkan baik oleh larutan natrium hidroksida maupun amonia. Pada kedua kasus tersebut, akan didapatkan larutan hasil reaksi yang jernih yang dapat dikristalkan menjadi garam berwarna putih, baik natrium klorida maupun amonium klorida. Kedua reaksi tersebut merupakan reaksi yang sangat mirip. Reaksi yang terjadi adalah:


 


Pada kasus reaksi antara natrium hidroksida dengan asam klorida, ion hidrogen dari asam bereaksi dengan ion hidroksida dari NaOH. Hal ini sesuai dengan teori asam-basa Arrhenius. Akan tetapi pada kasus reaksi amonia dengan asam klorida, tidak terdapat ion hidroksida. Kita bisa mengatakan bahwa amonia bereaksi dengan air menghasilkan ion amonium dan hidroksida, menurut reaksi sebagai berikut:

                                                                                                                           
Reaksi di atas merupakan reaksi reversibel, dan dalam larutan amonia pekat tertentu, sekitar 99% amonia tetap berada sebagai molekul amonia. Meskipun demikian, ion hidroksida tetap dihasilkan, walau dalam jumlah yang sangat kecil. Dengan demikian kita bisa mengatakan bahwa reaksi tersebut sesuai dengan teori asam-basa Arrhenius. Tetapi pada saat yang bersamaan, terjadi reaksi antara gas amonia dengan gas hidrogen klorida.


 
Dalam kasus reaksi di atas, tidak dihasilkan ion hidrogen ataupun ion hidroksida, karena reaksi tidak terjadi dalam larutan. Teori Arrhenius tidak menggolongkan reaksi di atas sebagai reaksi asam-basa, meskipun faktanya, reaksi tersebut menghasilkan produk yang sama manakala kedua senyawa tersebut dilarutkan dalam air. Secara singkat dapat dikatakan bahwa keterbatasan teori Arrhenius adalah bahwa reaksi asam – basa hanyalah sebatas pada larutan berair (aqueus, aq) dan asam-basa adalah zat yang hanya menghasilkan H+ dan OH-.
TEORI ASAM – BASA BRONSTED-LOWRY
Pada tahun 1923, Johannes Bronsted (Denmark) dan Thomas Lowry (Inggris) mempublikasikan tulisan yang mirip satu-sama lain secara terpisah. Pendekatan teori asambasa Bronsted-Lowry tidak terbatas hanya pada larutan berair, tetapi mencakup semua sistem yang mengandung proton (H+). Menurut Bronsted-Lowry:
·         Asam: zat/senyawa yang dapat mendonorkan proton (H+) bisa berupa kation atau molekul netral.
·         Basa: zat/senyawa yang dapat menerima proton (H+), bisa berupa anion atau molekul netral.
Hubungan Teori Bronsted-Lowry dengan Teori Arrhenius
Teori asam-basa Bronsted-Lowry tidaklah bertentangan dengan teori asam-basa Arrhenius, justru lebih melengkapi. Ion hidroksida tetap bertindak sebagai basa, karena mampu menerima ion hidrogen dari asam dan juga dari air. Asam menghasilkan ion hidrogen dalam larutan sebab asam bereaksi dengan molekul air dengan cara memberikan protonnya kepada air. Ketika gas hidrogen klorida dilarutkan dalam air, molekul hidrogen klorida akan memberikan protonnya (sebagai ion hidrogen) kepada air untuk menghasilkan asam klorida. Ikatan koordinasi terbentuk antara satu pasang elektron bebas pada atom oksigen dengan ion hidrogen dari HCl menghasilkan ion hidronium (H3O+).
Elektronegatifitas atom yang bermuatan negatif
Muatan negatif lebih memilih berikatan unsur yang elektonegatif daripada unsur elektropositif. Itulah sebabnya mengapa air lebih asam daripada amonia, karena oksigen lebih elektronegatif dibandingkan nitrogen.
Kestabilan resonansi
Kestabilan basa konjugasi dari fenol terjadi karena anion dapat mendelokalisir muatan negatif ke sepanjang cincin dengan cara resonansi. Sikloheksanol kekuatan asamnya lebih kecil dibandingkan fenol.

Kestabilan muatan negatif karena berdekatan dengan atom yang elektronegatif.
Keberadaan grup elektronegatif di dekat atom hidrogen juga akan meningkatkan
keasaman, karena akan menstabilkan muatan negatif. Misalkan pada substitusi hidrogen
pada asam asaetat dengan klor, membuat molekul ini lebih asam 100 kali lipat.
Berdasarkan uraian diatas maka timbul suatu permasalahan yaitu :

1.    Mengapa kekuatan asam sikloheksanol lebih kecil dibandingkan fenol?

2.    Mengapa substitusi hidrogen pada asam asaetat dengan klor, membuat molekul ini lebih asam 100 kali lipat?


DAFTAR PUSTAKA
Kotz., John.C, Purcel, K.F., 1987, Chemistry and Chemical Reactivity, Saunders College Publishing, New York, USA
Oxtoby, D.W., 2002, Principles of Modern Chemistry, Nelson Thomson Learning Inc, Toronto, Canada. Shriver, D.F., Langford, C.H., Atkins, P.W., 1990, Inorganic Chemistry, Oxford University Press, New York, USA

Rabu, 18 Oktober 2017

Kontrol kinetik dan termodinamik

Edit Posted by with 13 comments

Kontrol Kinetik Dan Termodinamik Dan Kurva Progres Reaksi

Reaksi senyawa organik pada umumnya berlangsung relatif lambat dibanding dengan reaksi-reaksi senyawa anorganik pada umumnya. Reaksi kimia dapat ditinjau berdasarkan kontrol termodinamika yaitu berdasarkan energi bebas Gibbs (ΔG) yang menyatakan reaksi akan berlangsung spontan apabila ΔG<0, dimana bila energi bebas makin kecil maka reaksi makin spontan. Aspek termodinamika tidak dapat digunakan sebagai acuan untuk memperkirakan kecepatan reaksi. Kecepatan atau laju reaksi dapat diperkirakan berdasarkan kontrol kinetika yaitu berdasarkan harga orde atau tingkat reaksi yang menentukan harga konstanta kecepatan reaksi (k) dan energi aktivasi (Ea). Reaksi akan makin cepat apabila k makin besar atau Ea makin kecil. Selanjutnya berdasarkan orde, k dan Ea maka mekanisme atau jejak suatu reaksi dapat ditentukan. Dengan mengetahui mekanisme suatu reaksi, maka reaksi dapat diarahkan untuk menghasilkan suatu produk selektif yang diinginkan berdasarkan manipulasi harga k dan Ea, karena pada umumnya reaksi molekul organik merupakan produk campuran, dan dalam skala industri akan menjadi pedoman untuk mendesain reaktor yang sesuai dengan reaksi yang dilakukan.

Persyaratan Termodinamik untuk Reaksi
 Untuk terjadinya reaksi secara spontan, energi bebas produk harus lebih rendah daripada energi bebas reaktan, yakni ∆G harus negatif. Reaksi dapat saja berlangsung melalui jalan lain, tapi tentu saja hanya jika energi bebas ditambahkan. Seperti halnya air di atas permukaan bumi, air hanya mengalir ke bawah dan tidak pernah mengalir ke atas (meskipun air dapat dibawa ke atas atau menggunakan pompa), molekul-molekul mencari energi potensial yang paling rendah mungkin. Energi bebas terbuat dari dua komponen yaitu entalpi H dan entropi S. Kuantitas tersebut dihubungkan dengan persamaan:
G = ∆H TS
Konsep tentang energi bebas sulit didapatkan, namun hasil yang didapat tersebut sangat berguna karena kita menerapkan gagasan tersebut pada berbagai permasalahan. Energi bebas adalah bagian dari energi suatu sistem yang dapat melakukan kerja ketika suhu diseluruh sistem itu betul-betul sama. Disebut energi bebas karena bisa digunakan untuk melakukan kerja bukan karena dapat digunakan secara bebas.

Persyaratan Kinetik Reaksi
Reaksi yang dapat berlangsung tidak hanya karena menpunyai ∆G negatif. ∆G yang negatif memang suatu hal yang penting tapi bukan suatu persyaratan yang cukup untuk berlangsungnya suatu reaksi secara spontan. Sebagai contoh, reaksi antara H2 dengan O2 untuk menghasilkan H2O mempunyai ∆G negatif, tapi campuran H2 dan O2 dapat disimpan pada suhu kamar selama berabad-abad tanpa adanya reaksi yang berarti. Untuk terjadinya reaksi maka variabel energi bebas aktivasi ∆G‡ harus ditambahkan. Seperti contohnya air yang mengalir dari dataran tinggi ke dataran rendah bisa saja sebaliknya namun harus menggunakan pompa. Gambar dibawah ini memperlihatkan profil energi bebas reaksi tanpa spesies-antara di mana produk energi bebas produk lebih rendah daripada energi bebas reaktan :
Jika reaksi antara dua molekul atau lebih telah maju ke titik yang berkaitan dengan puncak kurva maka digunakan istilah keadaan transisi untuk posisi inti dan elektron spesies yang ada pada keadaan ini. Keadaan transisi memiliki geometri yang terbatas dan distribusi muatan tapi tidak memiliki keberadaan yang terbatas. Sistem pada titik ini disebut kompleks teraktivasi.
Kontrol termodinamika atau kinetika dalam reaksi kimia dapat menentukan komposisi campuran produk reaksi ketika jalur bersaing mengarah pada produk yang berbeda serta selektivitas dari pengaruh kondisi reaksi tersebut.Kondisi reaksi seperti suhu, tekanan atau pelarut mempengaruhi jalur reaksi; maka dari itu kontrol termodinamik maupun kinetik adalah satu kesatuan dalam dalam suatu reaksi kimia. Kedua kontrol reaksi ini disebut sebagai faktor termodinamika dan faktor kinetika, dapat diuraikan sebagai berikut :
1.    Faktor termodinamika (adanya stabilitas realtif dari produk)
Pada suhu tinggi, reaksi berada di bawah kendali termodinamika (ekuilibrium, kondisi reversibel) dan produk utama berada dalam sistem lebih stabil.
2.    Faktor kinetik (kecepatan pembentukan produk)
Pada temperatur rendah, reaksi ini di bawah kontrol kinetik (tingkat, kondisi irreversible) dan produk utama adalah produk yang dihasilkan dari reaksi tercepat.

Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang mucul yaitu bagaimana hubungan antara kontrol kinetik dan kontrol dinamik, dan bagaimana pengaruh suhu dan tekanan terhapap kedua kontrol ini?

Sitorus,M. 2008. Kimia Organik Fisik. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Firdaus. 2009. Kimia Organik Fisis. Makassar : UNHAS
Nurhayati dan Subagjo.1999. Analisis Thermodinamika Dehidrasi n-butanol, Prosiding Seminar Nasional Fundamental Dan Aplikasi Teknik Kimia, (Surabaya, 24-25 Nopember 1999).